Penulis: Prof. Dr. H. Sunhaji, M.Ag. , Editor: Aisyah Puan Maharani

Hati menurut Al – Ghozali menunjukan pada dua makna, hati yang bersifat fisik yang berupa segumpal daging yang memiliki rongga sebagai tempat ruh, yang masuk ke dalamnya darah lalu dikeluarkan untuk menghidupi tubuh manusia. Makna kedua hati adalah hati yang lembut, robbaniyah, dan ruhiyah. Hati yang lembut ini memiliki hubungan saling ketergantungan dengan hati yang bersifat fisik. Hati yang lembut merupakan hati dari hakikat kemanusiaan, sebagai indra untuk mengetahui dan memahami, hati ruhiyah ini adalah hati yang dapat dididik agar menjadi memiliki kemampuan mengetahui, memahami, dan memilih atau menentukan keputusan untuk mendorong potensi manusia lainya melakukan perbuatan.


Terdapat tiga langkah strategi pendidikan hati yakni, tahap pertama adalah pra kondisi, tahapan ini mencakup proses mengenali kondisi hati anak, mengenalkan fungsi hati, melakukan pelurusan/pengobatan terhadap hati yang sakit dan memberi keleluasan pada anak untuk mengekpresikan dengan potensi hati. Pada tahap ini dengan tujuan agar kondisi hati anak benar – benar siap menerima penerangan dan pencerahan pendidikan sekaligus agar anak dengan kebebasan hatinya dapat menerima dan membedakan mana pengajaran prilaku yang baik dan mana yang buruk. Tahap kedua adalah tahap proses pembentukan, tahap ini mencakup proses, menumbuhkan kesadaran pentingnya pendidikan karakter, membiasakan hati anak berlatih benar salah, melatih hati anak menganalisis dampak positif  dan negatif perilaku baik dan buruk, melatih sejak awal agar anak melakukan ajaran wahyu. Tahap ketiga adalah tahap pemeliharaan, pada tahap ini yang paling pokok harus dilakukan adalah menjaga agar hati yang sudah terbentuk tidak berkurang potensinya. Cara yang harus dilakukan adalah menjaga agar anak terhindar dari pengaruh negative dari luar dengan cara meningkatkan kehadiran rasa keimanan di hati, agar dekat dengan Allah, menyakini akan kebesaran ciptaanya.


Dari tiga tahapan tersebut proses pendidik hati dilakukan secara terpadu yakni di awali dengan proses tazkiyah (mengikis penyakit hati dan mengganti dengan sifat baik), proses tazyinah (upaya membuat hati dihiasi dengan kecintaan pada kebaikan dan benci kejahatan), proses tadabburah (upaya mengambil pelajaran dan nasehat secara terus menerus untuk memahami kebaikan dan penyadaran akan keharusan ketundukan hati pada kebeneran), proses tarabbutah (upaya peneguhan agar karakter baik konsisten dilakukan dengan  keteguhan hati). Hati manusia memiliki tabiat dapat berbolak – balik, suatu saat sehat dan dapat mengarahkan akal, jiwa, dan fisik pada prilaku kebaikan. Pada saat yang lain hati bisa sakit, sehingga kekuatan untuk mendorong prilaku sangat ditentukan oleh kekuatan dorongan yang mempengaruhinya (jika baik akan baik, jiki buruk akan buruk). Sifat hati yang bisa baik dan bisa buruk, menunjukkan bahwa hati dapat dididik dengan dihiasi untuk cinta kepada kebenaran. Hal ini yang melandasi keharusan mendidik hati, untuk membina hati menjadi baik. Proses mendidik hati meliputi usaha menumbuh kembangkan, memperbaiki, dan menjaga. Menumbuh kembangankan yang dimaksud adalah melatih dan membiasakan hati secara terus menerus untuk membiasakan melihat dengan hati, memikirkan dengan hati, memahami dengan hati, meyakini dengan hati, dan memilih kebenaran dengan hati. Dengan strategi Tazkiyah hati selalu bersih dari hal – hal negatif, dengan Tazyinah hati selalu istiqomah untuk cinta kepada kebaikan, dengan Tadabburah hati menjadi lembut penuh kasih sayang kepada semua makhluk dan dengan Tarabbutah, hati semakin kokoh untuk selalu berbuat kebaikan (Abu Abdillah Muhammad Ibu Ismail al-Bukhariy, 1979:34) lihat juga (Azam Syukur, 2010:79) Hati juga dapat dididik dengan cara perbaikan. Hati yang sudah terjangkiti dengan penyakit dapat diperbaiki, dan inilah salah satu fungsi al – Qur’an diturunkan kepada umat Muhammad saw. agar dipakai sebagai penyembuh penyakit yang ada didalam hati (Q.S. Yunus (10): 57). Penjelasan ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya upaya perbaikan hati pada manusia yang tersesat karena rusaknya hati. Ayat ini sekaligus menunjukkan bahwa hati yang sakit dapat disembuhkan melalui proses pendidikan.


Al – Qur’an juga mengajarkan adanya pertaubatan terhadap kesalahan hati, karena taubat akan dapat membuat hati condong pada kebaikan. “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hatikamu berdua telah  condong (untuk menerima kebaikan)….” ( Q.S.at-Tahrim (66): 4 ). Ajaran taubat merupakan ajaran yang mengandung makna bahwa keslahan hati dapat dihentikan dan diganti dengan kebaikan. Berawal dari taubat manusia kemudian dapat dididik dan di kembalikan fungsi hatinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *