Penulis: Umdah Aulia Rohmah, M.H., Editor: Aisyah Puan Maharani
Pengaturan moderasi beragama adalah salah satu aspek yang kompleks dalam sistem hukum, karena melibatkan keseimbangan antara kebebasan beragama individu dan perlindungan terhadap keharmonisan sosial. Dalam konteks ini, perspektif ilmu hukum memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana regulasi moderasi beragama dapat diimplementasikan secara efektif dan adil.
Landasan Konstitusional
Dalam banyak negara, prinsip kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi sebagai hak asasi manusia yang fundamental. Namun demikian, konstitusi juga memberikan landasan bagi negara untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan keamanan, serta mempromosikan nilai-nilai sosial yang diakui secara luas. Oleh karena itu, peraturan moderasi beragama haruslah sejalan dengan prinsip-prinsip konstitusional tersebut.
Praktik Moderasi Beragama di Indonesia menunjukkan perkembangan menggembirakan seiring dengan kerukunan umat yang terbukti terus terbina kuat. Optimisme implementasi program Moderasi Beragama akan berjalan semakin sistematis, terencana dan berkelanjutan juga besar dengan terbitnya regulasi baru, yakni Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Lahirnya Perpres No 58 ini akan semakin mengokohkan langkah dalam menjalankan program penguatan Moderasi Beragama. Perpres ini seolah menjadi penyangga kuat atas regulasi sebelumnya, yakni Perpres Nomor 12 Tahun 2023 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 26 Januari 2023.
Dalam Pasal 1 Perpres tersebut menjelaskan bahwa Moderasi Beragama merupakan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama dan kepercayaan yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai kesepakatan berbangsa.
Perpres tersebut juga menegaskan esensi keagamaan dari moderasi beragama. Pertama, menjaga keselamatan jiwa. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus berupaya mencegah hal buruk yang dapat mengakibatkan terancamnya keselamatan jiwa manusia.
Kedua, menjunjung tinggi keadaban mulia. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus menjadikan nilai moral universal dan pokok ajaran agama dan kepercayaan sebagai pandangan hidup (world view) dengan tetap berpijak pada jati diri bangsa Indonesia.
Ketiga, menghormati harkat dan martabat kemanusiaan. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus mengutamakan sikap memanusiakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan atas dasar kesetaraan hak dan kewajiban warga negara demi kemaslahatan bersama.
Keempat, memperkuat nilai moderasi. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus mempromosikan dan mengejawantahkan pengamalan cara pandang, sikap, dan praktik keagamaan secara moderat. Kelima, mewujudkan perdamaian. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus menebar kebajikan dan kedamaian, mengatasi konllik dengan prinsip adil dan berimbang serta berpedoman pada konstitusi.
Keenam, Menghargai kemajemukan, dengan menjaga kebebasan akal, kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus menerima keragaman sebagai anugerah dan karenanya bersikap terbuka terhadap perbedaan.
Ketujuh, menaati komitmen berbangsa. Setiap umat beragama dan penghayat kepercayaan harus Pancasila sebagai falsafah negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai panduan kehidupan umat beragama dan penghayat kepercayaan dalam berbangsa dan bernegara.
Terdapat tiga tugas utama seperti diatur di pasal 10. Pertama, mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan penguatan Moderasi Beragama di kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Kedua, melaporkan capaian dan evaluasi penyelenggaraan Penguatan Moderasi Beragama kepada presiden. Ketiga, memublikasikan capaian penyelenggaraan penguatan Moderasi Beragama.
Terkait dengan kebijakan publik, kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah harus memastikan semua regulasi dibuat dalam perspektif moderasi beragama dan tidak diskriminatif. Lebih lanjut, Memastikan tidak ada ketentuan yang tumpang tindih dan kontraproduktif. Penguatan moderasi beragama juga dilakukan melalui penelaahan dan pengkanian praktik keagamaan yang berkembang di masyarakat dan bahan ajar di satuan Pendidikan.
Selanjutnya, secara organisasi, tata laksana kementerian/lembaga dan pemerintah daerah perlu dilakukan dengan beberapa agenda, meliputi, penyusunan panduan pelayanan publik, review dan penyelarasan kebijakan pelayanan publik, peningkatan literasi dan pengembangan inovasi program dan layanan perspektif moderasi beragama.
Terdapat 8 (delapan) kelompok yang memiliki peran strategis dalam kehidupan berbangsa di Indonesia. Kedelapan kelompok ini akan mempercepat pengarusutamaan moderasi beragama di Indonesia.
- Birokrasi: Penguatan perspektif moderasi beragama bagi birokrat untuk pemenuhan hak sipil dan hak beragama warga negara Indonesia.
- Dunia Pendidikan: Penanaman nilai-nilai moderasi beragama dan pengelolaan institusi pendidikan secara non diskriminatif.
- Tentara Nasional Indonesia (TNI): Pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum serta penegakan hukum dengan perspektif pemenuhan hak konstitusi dan perspektif moderasi beragama.
- Kepolisian Republik Indonesia (Polri): Memberikan jaminan kebebasanbagi setiap warga negara untuk memeluk agama dan beragama sesuai kepercayaan dan keyakinannya.
- Media: Pengayaan dan penguatan literasi masyarakat sebagai pembentukan nilai-nilai kolektif, pengurangan sentimen kebencian atas nama agama.
- Masyarakat Sipil: Pelibatan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan kepercayaan, budayawan, organisasi berbasis agama, pengelola rumah ibadata, ormas, keluarga, perempuan dan anak muda. Pelibatan masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi, advokasi, pendampingan dan kegiatan lain.
- Partai Politik: Pelibayan politisi dalam penguatan praktik politik yang bermartabat dan nir Suku Agama Rasa dan Antargolongan (SARA).
- Dunia Bisnis: Pelibatan pelaku usaha membangun arah pengembangan ekonomi inklusif, adil dan tidak diskriminatif.
Perlindungan Terhadap Minoritas
Salah satu tantangan utama dalam merancang peraturan moderasi beragama adalah memastikan bahwa hak-hak minoritas agama juga terlindungi. Hal ini melibatkan kebutuhan untuk mencegah dominasi mayoritas agama yang dapat mengancam kebebasan beragama individu yang berbeda. Dalam konteks ini, hukum harus memberikan perlindungan yang kuat terhadap hak-hak minoritas agama, termasuk hak untuk beribadah dan mengikuti keyakinan agama mereka tanpa diskriminasi.
Prinsip Non-Diskriminasi
Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu prinsip dasar dalam hukum internasional yang juga relevan dalam konteks moderasi beragama. Peraturan-peraturan yang diterapkan haruslah tidak diskriminatif dan harus memperlakukan semua individu secara adil, tanpa memandang agama, kepercayaan, atau pandangan mereka.
Penegakan Hukum yang Proporsional
Dalam menerapkan peraturan moderasi beragama, penegakan hukum haruslah proporsional dengan tujuan yang ingin dicapai. Artinya, tindakan hukum yang diambil haruslah sesuai dengan tingkat kepentingan yang dilindungi oleh hukum tersebut. Hal ini penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berwenang dan memastikan bahwa kebebasan individu tidak terlalu dibatasi.
Tujuan dibentuknya Perpres Penguatan moderasi beragama pada dasarnya adalah menghadirkan negara sebagai rumah bersama yang adil dan ramah bagi warga bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan beragama yang rukun, damai dan makmur sekaligus penyelarasan relasi agama dan negara.
Prinsip dari penyelarasan yang dimaksud adalah menjadikan nilai agama bukan untuk kepentingan politik. Keberhasilan moderasi beragama sangat ditentukan juga oleh praktik politik kekuasaan dan kebangsaan, di mana populisme politik dan agama sering menjadi konsumsi politik dan beririsan dengan isu agama.
Kemudian, agama berketerkaitan dengan pelayanan publik, yaitu menyelenggarakan pelayanan publik untuk memenuhi hak sipil tanpa diskriminasi. Penyelenggaraan ini sangat penting untuk mewujudkan pelayanan publik yang adil dan berimbang.
Selain itu, agama juga menekankan tujuan penerapan hukum yang memenuhi hajat hidup orang banyak dan kemaslahatan bersama. Lalu, memberikan keleluasaan mengekspresikan agama di ruang publik sesuai koridor hukum dan kesepakatan bersama.
Pelibatan dan Peran Ormas Keagamaan, Tokoh Agama dan FKUB
Organisasi kemasyarakatan keagamaan dan kepercayaan memiliki peran yang sangat penting sebagai Mitra strategis dalam upaya penguatan moderasi beragama. Beberapa peran yang dilakukan yaitu, mengisi ruang publik melalui penyiaran nilai agama yang moderat dan membangun moderasi beragama yang konstruktif baik secara luring maupun daring.
Lebih lanjut, perayaan hari besar keagamaan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin sebagai sarana menyebarkan pesan damai kepada masyarakat.
Peran yang sama juga perlu dilakukan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). FKUB merupakan representasi dari keterlibatan masyarakat dan tokoh-tokoh agama dalam upaya membangun kerukunan umat beragama dan penghayat kepercayaan. Artinya forum ini perlu diberdayakan sebab mereka memiliki peran penting dalam penanganan isu keagamaan.
Para anggota FKUB juga memiliki peran untuk melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang kerukunan umat beragama dan masyarakat. Sosialisasi ini perlu terus digencarkan karena sebagian besar masyarakat belum memahami dengan baik regulasi di bidang keagamaan, khususnya yang terkait dengan pendirian rumah ibadat. Kesalahpahaman ini yang sering terjadi dan mengakibatkan gesekan dan konflik antarumat beragama.
Pada akhirnya, penguatan Moderasi Beragama harrs selalu berorientasi pada upaya pelindungan hak beragama serta hak beribadah umat beragama dan penghayat kepercayaan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan. Penguatan Moderasi Beragama juga berarti pemberian fasilitasi pendidikan kepada masyarakat secara adil dan inklusif, fasilitasi inovasi program kerukunan umat beragama, peningkatan literasi beragama di media sosial, dan pengembangan referensi keagamaan yang menyebarluaskan nilai moderat, adil, berimbang, cinta tanah air, toleran, anti kekerasan, dan ramah tradisi.
Kesimpulan
Dari perspektif ilmu hukum, peraturan moderasi beragama merupakan instrumen yang kompleks yang membutuhkan keseimbangan yang hati-hati antara kebebasan beragama individu dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip konstitusional, perlindungan terhadap minoritas, prinsip non-diskriminasi, dan penegakan hukum yang proporsional, peraturan moderasi beragama dapat diimplementasikan secara efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan tanpa melanggar hak-hak asasi individu.
Praktik Moderasi Beragama diharapkan lebih mengakar kuat di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini beralasan sebab selain lebih terstruktur dan terkoordinasi, kebijakan ini juga menjadi semakin terukur. Tahapan pemantauan, evaluasi dan pelaporan yang terjadwal meniscayakan adanya pelaksanaan program secara nyata serta komprehensif. Bahkan, dengan adanya publikasi atas capaian, maka pelaksanaan program pun menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.