Pertanyaan tentang usia berapa adalah pertanyaan yang seringkali kita dengar dan kita jawab. Ada yang dengan bangga menyebut angka tertentu dan ada juga yang malu-malu, tergantung nuansa psikologis dan konteks pertanyaan itu sendiri. Yang pasti, jawabannya lazimnya adalah penyebutan angka tertentu.
Syekh Syamsuddin At-Tabrizi, guru Syekh Jalaluddin Rumi, berkata bahwa usia yang sesungguhnya bukanlah diukur dalam angka melainkan dalam sikap. Ada anak kecil yang sudah bisa dinyatakan sebagai berusia dewasa karena memiliki prinsip dan gaya hidup yang lumrahnya dimiliki orang berusia tua 60 tahunan. Ada pula orang yang sudah tua secara angka namun memilih sikap dan gaya hidup yang lumrahnya dijalani anak berusia belasan tahun.
Kita merasa takjub, kagum dan bangga, pada pemuda atau anak kecil yang istiqamah dalam mengaji dan beribadah, berbuat banyak hal bernilai untuk kebahagiaan hakikinya. Kita merasa heran seheran-herannya melihat orang yang sudah berusia tua namun malas mengaji dan enggan beribadah, membuang waktu luangnya sia-sia hanya untuk permainan tanpa nilai apapun, sementara lubang kuburan semakin lebar menganga untuk menerkam dirinya.
Teringatlah saya pada iklan yang banyak terpampang di pinggir jalan raya: “Tua itu pasti, dewasa itu pilihan.” Sekarang kita bebas memilih apakah akan bersikap dewasa menjalani hidup ini ataukah bersikap asal-asalan asal masih bisa hidup. Ingat, waktu tak bisa diputar ulang. Ia terus berjalan menuju titik pemberhentian terakhir. Mari berlomba mempersembahkan yang terbaik.